
Denpasar, Jumat (31/10) – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Bali menegaskan komitmennya dalam mendukung pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 20 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat. Komitmen tersebut disampaikan dalam Rapat Sinkronisasi dan Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat yang bertempat di Ruang Rapat Praja Sabha, Kantor Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Bali.
Rapat dibuka oleh Kepala Biro Hukum Provinsi Bali, Ida Bagus Gede Sudarsana, yang menyampaikan apresiasi atas dukungan dan fasilitasi luar biasa dari Kanwil Kemenkum Bali dalam membantu penyusunan kebijakan daerah.

“Dalam pelaksanaan program dan kebijakan di Provinsi Bali, kami merasa sangat nyaman berkoordinasi dengan Kemenkum. Fasilitasi dari para drafter di Kanwil Kemenkum Bali sangat luar biasa dan membantu kami dalam melaksanakan berbagai program hukum di daerah,” ujar Ida Bagus Gede Sudarsana, didampingi Kabag Bantuan Hukum Ngurah Satria Wardana.
Apresiasi tersebut menjadi gambaran eratnya sinergi antara Pemerintah Provinsi Bali dan Kanwil Kemenkum Bali dalam mendukung penyusunan serta pelaksanaan kebijakan di bidang hukum dan HAM.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Bali, Eem Nurmanah, dalam arahannya menegaskan pentingnya sinergi antarinstansi dalam mengawal kebijakan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. “Tugas dan fungsi kita memang berawal dari harmonisasi. Semua dimulai dari perencanaan yang matang. Kita harus memahami keterkaitan antara satu kebijakan dengan kebijakan lainnya agar tidak tumpang tindih,” ujar Eem Nurmanah.

Beliau juga menekankan pentingnya keterbukaan terhadap perbedaan pandangan dalam proses perumusan kebijakan. “Kita harus mendengarkan pendapat yang berbeda dengan kita, karena perbedaan itu menjadi pengendali dalam mengambil kebijakan. Dan apabila ada kebutuhan dalam menyusun peraturan perundang-undangan dari provinsi maupun kabupaten, silakan disampaikan, yang penting ada koordinasi dan komunikasi,” tambahnya.

Sementara itu, Asisten Deputi Koordinasi Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Muslim Alibar, menjelaskan bahwa audiensi ini bertujuan untuk menyelaraskan langkah dan kebijakan lintas sektor.
“Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan memiliki tugas untuk menyelenggarakan sinkronisasi dan koordinasi pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang hukum, HAM, imigrasi, dan pemasyarakatan. Kami tidak melaksanakan tugas teknis, melainkan menghasilkan rekomendasi sebagai output kerja,” ungkapnya.
Muslim menambahkan bahwa Deputi Bidang Koordinasi Hak Asasi Manusia berperan memastikan sinkronisasi dan koordinasi dalam perumusan serta pelaksanaan kebijakan antar kementerian/lembaga terkait isu-isu HAM dan agenda pembangunan nasional.
Dalam paparannya, Muslim memaparkan bahwa terdapat 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu, mulai dari peristiwa 1965–1966 hingga peristiwa Jambo Keupok di Aceh pada tahun 2003. Berdasarkan data Komnas HAM, terdapat sekitar 8.000 korban yang membutuhkan perhatian dan pemulihan, dengan kemungkinan jumlah yang masih dapat bertambah.
Rapat tersebut juga menyoroti peran penting pemerintah daerah dalam upaya pemulihan dan perlindungan terhadap korban pelanggaran HAM berat, serta pentingnya koordinasi lintas instansi agar pelaksanaan rekomendasi dapat berjalan efektif dan berkeadilan.
Turut hadir dalam kegiatan ini, Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya, Penyuluh Hukum Ahli Madya Kanwil Kemenkum Bali, Perwakilan dari Kantor Wilayah Kementerian HAM Wilayah Kerja Provinsi Bali serta perwakilan dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali.
#SetahunBerdampak
#KementerianHukum
#LayananHukumMakinMudah
#KanwilKemenkumBali
#EemNurmanah




















