
Denpasar, 6 Agustus 2025 — Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor Wilayah Kementerian Hukum Bali, I Wayan Redana, bersama Kepala Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual, Isya Nalapraja, serta jajaran JFT dan JFU Bidang Pelayanan KI Kanwil Bali, mengikuti kegiatan Rapat Koordinasi Penanganan Pelanggaran Kekayaan Intelektual di Wilayah secara daring melalui Zoom Meeting, Rabu (6/8).
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Direktorat Penegakan Hukum, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, dan dihadiri oleh perwakilan seluruh kantor wilayah Kementerian Hukum se-Indonesia. Hadir secara langsung membuka rapat, Direktur Penegakan Hukum, Brigjen Pol. Arie Ardian Rishadi, yang menyampaikan pentingnya sinergi dalam memperkuat layanan penegakan hukum kekayaan intelektual (KI) di daerah.
Dalam paparannya, Arie Ardian menjelaskan bahwa Direktorat Penegakan Hukum memberikan tiga layanan utama, yaitu: Penanganan laporan dugaan pelanggaran pidana kekayaan intelektual; Fasilitasi permohonan mediasi kekayaan intelektual; dan Permintaan penutupan situs yang melanggar hak kekayaan intelektual.
Namun, ia juga menyoroti sejumlah tantangan dalam pelaksanaannya, seperti keterbatasan anggaran, jumlah mediator bersertifikat, dan minimnya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di daerah.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa dalam tiga tahun terakhir terjadi peningkatan signifikan terhadap permintaan layanan tersebut, yang mencerminkan tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan KI. Meskipun demikian, masih terdapat 45 laporan dugaan pelanggaran KI di wilayah tanpa adanya data penyelesaian perkara yang tercatat.
Arie Ardian juga memaparkan upaya preventif yang dilakukan, antara lain melalui program sertifikasi pusat perbelanjaan untuk mencegah pembajakan dan pemalsuan, sekaligus menjadi media edukasi hukum bagi pelaku usaha.
Dalam sesi diskusi, berbagai kantor wilayah menyampaikan isu dan pertanyaan terkait teknis layanan KI, di antaranya mekanisme penunjukan mediator bersertifikat, ketersediaan aplikasi terintegrasi, status keaktifan PPNS, dan hambatan anggaran.
Menanggapi hal itu, Direktorat menyampaikan bahwa pengembangan sistem aplikasi sudah direncanakan dan akan segera diluncurkan. Selain itu, pemohon diimbau untuk tetap berkoordinasi terlebih dahulu dengan kantor wilayah setempat agar proses pelayanan lebih efektif.
Isu aktual juga turut dibahas, seperti kewajiban pembayaran royalti atas pemutaran lagu di tempat usaha komersial, validitas hak cipta atas suara alami, serta pentingnya komunikasi publik yang positif terkait penanganan perkara KI yang sensitif.
Menutup rapat koordinasi, Arie Ardian menegaskan bahwa kegiatan ini akan digelar secara rutin setiap bulan. Ia juga meminta seluruh kantor wilayah agar mengirimkan laporan bulanan terkait pelayanan penegakan hukum kekayaan intelektual sebagai bentuk monitoring dan evaluasi berkelanjutan.
