
Denpasar, 6 Oktober 2025 – Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Bali menghadiri secara daring kegiatan Diskusi Strategi Kebijakan bertema “Evaluasi Dampak Kebijakan Permenkumham Nomor 4 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Bantuan Hukum” yang diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Kemenkum Sulawesi Selatan.
Kegiatan tersebut diikuti oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Bali, Eem Nurmanah, didampingi Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Mustiqo Vitra Ardhiansyah, serta Tim Badan Strategi Kebijakan (BSK) Kanwil Kemenkum Bali. Kehadiran Kanwil Bali menjadi bagian dari komitmen bersama untuk memperkuat koordinasi antarwilayah dalam implementasi kebijakan layanan bantuan hukum.
Acara dibuka secara resmi oleh Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum yang diwakili oleh Kepala Pusat Strategi Kebijakan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum (P4H), Junarlis. Dalam sambutannya, Junarlis menegaskan komitmen BSK untuk terus memperkuat kolaborasi dengan seluruh Kantor Wilayah Kemenkum di Indonesia dalam merumuskan strategi kebijakan hukum yang adaptif terhadap dinamika masyarakat. “Kegiatan seperti ini diharapkan menjadi forum refleksi dan pembelajaran bersama demi terwujudnya sistem bantuan hukum yang inklusif dan akuntabel,” ujarnya.
Diskusi kemudian berlanjut dengan pemaparan dari sejumlah narasumber. Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Kanwil Kemenkum Sulawesi Selatan, Heny Widyawati, membuka sesi dengan menjelaskan gambaran umum pelaksanaan layanan bantuan hukum di wilayahnya. Ia menyebutkan bahwa layanan sudah berjalan baik, namun masih menghadapi tantangan dalam pemerataan akses, terutama di daerah pedesaan dan terpencil. Untuk mengatasi hal tersebut, Kanwil Kemenkum Sulsel mendorong pembentukan Pos Bantuan Hukum di tingkat desa dan kelurahan sebagai langkah strategis memperluas jangkauan layanan, dengan dukungan pemerintah daerah, perangkat desa, dan lembaga bantuan hukum setempat.
Paparan berikutnya disampaikan oleh Masan Nurpian yang mewakili Kepala Pusat Pembudayaan dan Bantuan Hukum. Ia menguraikan hasil monitoring pelaksanaan standar layanan bantuan hukum di Sulawesi Selatan, yang menunjukkan adanya perbedaan pemahaman antar-LBH dalam menerapkan ketentuan Permenkum Nomor 4 Tahun 2021. Untuk itu, Masan menekankan pentingnya peningkatan kapasitas dan pembinaan rutin bagi LBH, sekaligus mendorong penguatan sistem pelaporan terpadu agar data penerima bantuan hukum dapat menjadi dasar penyusunan kebijakan yang lebih tepat sasaran.
Selaras dengan hal tersebut, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Askari Razak, menambahkan bahwa efektivitas kebijakan bantuan hukum tidak hanya bergantung pada regulasi dan institusi, tetapi juga pada kesadaran masyarakat. Ia menyoroti masih rendahnya pemahaman masyarakat mengenai hak untuk mendapatkan layanan hukum gratis, sehingga dibutuhkan sosialisasi masif dan berkelanjutan. Lebih jauh, Askari mendorong penguatan kapasitas paralegal di daerah terpencil serta keterlibatan perguruan tinggi dalam mendukung pendidikan hukum masyarakat.
Pandangan praktis di lapangan turut disampaikan Ketua LBH Cita Keadilan Soppeng, Abdul Rasyid. Ia menegaskan bahwa kendala utama LBH saat ini mencakup keterbatasan dana, minimnya jumlah advokat, serta luasnya cakupan wilayah kerja. Menurutnya, dukungan pemerintah daerah dan Kanwil Kemenkum sangat penting untuk memperkuat peran LBH, termasuk melalui koordinasi yang baik dengan aparat penegak hukum. Ia juga mengusulkan penguatan jejaring antar-LBH serta pengembangan sistem pelaporan terpadu guna meningkatkan efektivitas layanan di seluruh daerah.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Bali, Eem Nurmanah, menekankan pentingnya kegiatan ini sebagai sarana refleksi dan penguatan kebijakan di lapangan. “Diskusi ini memberi gambaran nyata tentang dinamika yang dihadapi, sehingga kita dapat memperkuat strategi dan memastikan bahwa layanan bantuan hukum benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Sinergi antara pemerintah, lembaga bantuan hukum, akademisi, hingga pemerintah daerah adalah kunci untuk mewujudkan akses keadilan yang lebih merata,” ujarnya.
Dengan adanya forum ini, diharapkan masyarakat semakin memahami pentingnya akses terhadap bantuan hukum sebagai bagian dari hak dasar warga negara. Peningkatan kesadaran dan partisipasi publik diharapkan tidak hanya memperkuat perlindungan hukum bagi masyarakat kurang mampu, tetapi juga menjadi fondasi terciptanya keadilan yang inklusif dan berkelanjutan di seluruh Indonesia.






















